Tampilkan postingan dengan label Radio. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Radio. Tampilkan semua postingan

Balmon Peringatkan Radio Lipang Bajeng FM



Radio Lipang Bajeng FM mendapat surat peringatan dari Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio Kelas II Makassar, pada tanggal 1 Maret 2012. Surat peringatan bernomor 088/PT.03.08/Balmon.73/KOMINFO/03/2012 ini diberikan dalam rangka ketertiban pemanfaatan spektrum frekuensi radio khususnya pada dinas siaran. Surat peringatan itu, salah satunya ditembuskan ke KPID Sulsel.

Surat peringatan yang ditandatangani Kepala Balmon Ir Zainuddin K, M.Si itu menjelaskan bahwa lembaganya telah melaksanakan Observasi dan Monitoring Spektrum Frekuensi Radio di Kabupaten Takalar dan sekitarnya pada bulan Februari 2012. Hasilnya, ditemukenali bahwa pancaran frekuensi Radio Lipan Bajeng FM belum memiliki Izin Stasiun Radio (ISR) yang resmi dari pemerintah. Karena itu, penanggung jawab/pengelola radio tersebut diminta segera menghentikan aktivitas Pancaran Radio Siaran (radio off air) sampai memperoleh ISR dari pemerintah.

Radio yang berlokasi di Kabupaten Takalar ini selanjutnya diminta untuk melakukan proses pengurusan ISR dan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) melalui KPID Sulsel. Balmon selanjutnya mengingatkan bahwa penggunaan frekuensi radio tanpa izin dikenakan sanksi pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi berupa pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp400 juta.(rt)

Tindak Radio Langgar UU Penyiaran

Puluhan orang mengatasnamakan Gerakan Mahasiswa dan Masyarakat Peduli Tanah Air Kota Medan (Gempita) meminta jajaran kepolisian  melakukan tindakan hukum bagi radio yang melanggar UU No. 32 tahun 2002 tentang penyiaran dan peraturan pelaksanaan lainnya.

Demikian salah satu pernyataan sikap Gempita yang dibacakan koordinator aksi Juanda ketika melakukan unjukrasa di depan Polresta Medan, Senin (4/7) siang.  Unjukrasa tersebut dilakukan sehubungan adanya benturan kepentingan atas beberapa pelaku industri radio swasta di Kota Medan, yang beberapa bulan terakhir  mengindikasikan adanya legitimasi penyiaran radio yang ilegal. Aksi tersebut mendapat pengawalan beberapa petugas kepolisian.

Dengan menggunakan pengeras suara, koordinator aksi membacakan pernyataan sikap yakni tegakkan UU No.23 tahun 2002 tentang penyiaran, mendukung  sinergisitas Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumut, Balai Monitor (Balmon) spektrum frekuensi radio kelas II Medan dan Polri untuk menindak tegas  pengusaha radio yang tidak memiiki izin.


Kapolresta Medan diminta segera memproses pengaduan KPID Sumut atas radio yang tidak memiliki izin hingga ke pengadilan. Polresta Medan diminta tidak  mengembalikan benda sitaan berupa alat pemancar yang sudah ada di Polresta Medan dan tetap menyita kembali alat pemancar radio swasta yang kembali siaran  secara ilegal.

Meminta kepada Waka Sat Reskrim agar melakukan klarifikasi tentang isu yang menyebutkan akan mengembalikan barang sitaan alat penyiaran salah satu radio  swasta di Medan. Hal itu membuat masyarakat bingung karena harus dikembalikan tanpa adanya suatu proses hukum.

Selain pihak kepolisian, Gempita juga mendesak Ketua DPRDSU cq Komisi A DPRDSU agar melakukan pengawasan atas kinerja KPID Sumut, Balmon Medan,  Poldasu beserta jajarannya atas pelaksanaan UU No.32 tahun 2002 tentang penyiaran di Sumut.

Usai pembacakan pernyataan sikap tersebut, Bidang Humas Polresta Medan AKP Edward meminta perwakilan pengunjukrasa untuk bertemu dengan pimpinan  Polresta Medan. Koordinator aksi Juanda kemudian menyatakan, kalau semua yang melakukan aksi ini tidak bisa masuk, lebih baik kami tidak masuk.

Setelah dilakukan pembicaraan antara AKP Edward dengan Juanda, akhirnya dilakukan kesepakatan, agar pernyataan sikap mereka disampaikan kepada pimpinan  Polresta Medan. Mendengar permintaan tersebut, Edward bersedia menyampaikan aspirasi pendemo. Setelah itu massa Gempita menuju ke gedung DPRDSU  untuk melakukan aksi yang sama, (m39)

Articles Medan
Written by Syafri Harahap on Tuesday, 05 July 2011 05:20   

Nautel Orban Inside Audio Processor


Orban Inside: Easy to use built-in audio processing 

Keeping with the simple, low cost philosophy that has helped make the VS Series a huge success, Nautel turned its focus to the issue of audio processing. Our aim was to provide an integrated, full featured audio processing solution at a a reasonable price. The result is an extremely powerful package that gives you all of the audio processing control that you would expect from a stand-alone unit built directly into your transmitter.



Brodkaster Radio Masa Depan

Untuk menjadi brodkaster lembaga penyiaran radio masa kini dan masa depan , tidak hanya piawai membuat program, namun lebih dari itu, yaitu harus  bisa juga menjual program-nya...Nah ini persoalannya, dari awal saja banyak diantara kita para radio broadkaster yang tidak  mau belajar gimana sih menjual radio yang sesungguhnya. Kenyataan yang ada hanya mau berkreatif mengelola program dan diasumsikan kalau program sudah baik akan berdampak pada pengiklan datang sendiri. Faktanya tidak demikian, banyak program bagus yang tidak laku dijual dan tidak diminati pemasang iklan. Nah ini persoalan kita semua sebagai praktisi radio, benarkah programnya tidak bagus atau memang kita tidak bisa menjualnya ?. Bagaimana perusahaan radio bisa menjadi sehat, program bagus dan rating bagus saja tidak laku dijual.

Kesukesan radio bagi kita dan pemilik radio adalah bagaimana hasil penjualan produk-produk radio bisa menjadi pundi-pundi keuntungan. Jadi kita sebagai broadkaster radio sudah saatnya belajar bagaimana  memoles diri sendiri untuk  bermafaat bagi radionya, yaitu menjual ide kreatif ( produk radio-programming) hingga bisa menjualnya dan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Nah sepertinya kompetensi sejati broadkaster saat ini akan mengarah kepada SDM yang memiliki naluri berkreasi (Program) dan bisa menjual (Sales). 

Kalau kita sudah bisa memiliki dua hal tersebut, maka pekerjaan untuk berprofesi di radio tidak usah dikhawatirkan, kita akan diminati dan dicari oleh para pemilik radio, nilai jual kita akan bertambah karena memiliki kompetensi tersebut. Oleh karena itu nilai jual kita sebagai broadkaster radio bukan karena lamanya bekerja di industri radio atau hanya punya darah "R" saja, tapi lebih dari itu yaitu kita mau belajar untuk mengoptimalkan kemampuan kita agar benar-benar mampu (bukan pura-pura mampu karena merasa  lama hidup di radio) serta kita bisa membuktikan bahwa kita punya karya nyata dalam perjalanan karir di radio. 

Ingat bahwa output kesuksesan radio adalah karena advertiser (Pengiklan) banyak yang menggunakan media radio kita baik yang dicari maupun datang sendiri. Berburu iklan radio tidak hanya di jakarta namun  di daerah juga sebenarnya masih banyak harta karun periklanan yang belum digarap atau diolah oleh kita secara optimal (harta karun periklanan daerah yang belum diolah dan advertiser daerah belum diedukasi oleh kita tentang pentingnya beriklan di radio). Jangan salahkan radex (Radio Expenditure) kalau terus turun. Jangan salahkan Industri ! Karena kita tidak dapat iklan secara optimal. Dan jangan salahkan radio terus tumbuh karena Pemerintah atau KPID  memberikan rekomendasi kelayakan. Yang terpenting jangan salahkan pemilik radio, karena pemilik radio akan memberikan apa yang kita inginkan selama kita memiliki nilai jual yang tinggi.  Semoga.......!!!!      
Oleh Harley Prayudha (FDR 001)                                                     

Mengenal Si Pengancam Radio

Mengenal Si Pengancam Radio

Sejak alat pemutar audio digital atau biasa disebut mp3 player makin populer, ada yang percaya bahwa radio tengah terancam. Siapa lagi perlu radio, katanya, kalau kita bisa membawa ribuan lagu dalam kotak kecil itu. Saya sih tidak terlalu percaya karena bagaimanapun radio masih punya banyak kegunaan selain memutar musik.Tetapi, kalaupun hanya ingin dilihat dari segi musik, maka menurut saya yang harus diakui orang radio sebagai ancaman adalah fungsi ‘shuffle’ yang terdapat di rata-rata alat pemutar audio digital.Penggemar musik mungkin akan tahu bahwa salah satu kenikmatan mendengarkan radio adalah unsur kejutannya ketika menunggu lagu apa yang akan diputar berikutnya oleh penyiar. Kalau lagunya pas, senang sekali rasanya. Tapi kalau lagunya tidak enak, bisa bete dibuatnya.

Nah, coba bayangkan bahwa lagu yang akan diputar berikutnya itu 99,9 persen dijamin cocok dengan selera anda. Asik, bukan? Cuma pemutar mp3 yang bisa begitu karena teorinya adalah lagu yang dimasukkan ke alat itu adalah lagu-lagu favorit pemiliknya. Ketika lagu-lagu itu di kocok alias di acak atau di shuffle, maka kita masih mendapatkan kejutan-kejutan kecil saat sebuah lagu muncul. Persis seperti mendengarkan acara musik di radio, kita masih di ajak menebak apa lagu berikutnya, tapi kemungkinan besar kita akan suka lagu itu.

feature photoFungsi shuffle inilah yang agaknya sangat menginspirasi kolumnis teknologi terkenal Steven Levy ketika menulis buku berjudul The Perfect Thing: How The iPod Shuffles Commerce, Culture and Coolness. Buku ini sebenarnya bercerita tentang alat pemutar mp3 produksi Apple, apalagi kalau bukan iPod. Akses penulisnya ke banyak orang-orang penting di Apple, termasuk si juragan Steve Jobs membuat buku ini menjadi referensi yang super lengkap tentang sejarah iPod.

ipod bukanlah alat pemutar audio digital pertama di dunia, bahkan ia kalah duluan dengan sebuah perusahaan Korea yang juga memproduksi alat serupa. Tapi filosofi di balik pembuatannya itu yang membuatnya menjadi salah satu tonggak sejarah teknologi dan juga bisnis di dunia, dan ini diulas dengan menarik oleh Encik Levy dalam bukunya. Kenapa iPod ukurannya kecil? Ada apa di balik warnanya? Mengapa iPod tidak ada tombol On nya? Bagaimana pula Apple bisa melobby berbagai label rekaman besar di Amerika untuk mau menjual lagu produksi mereka seharga 0,99 sen dolar per lagu di iTunes dan menjadikan iTunes salah satu bisnis musik online digital terbesar di dunia?

Tapi di balik semua itu, tidak ada yang lebih menarik minat Steven Levy daripada fungsi shuffle. Baginya itu adalah salah satu teknologi hebat yang tidak hanya mampu mengacak musik di iPodnya dan memberi kejutan setiap hari dengan lagu-lagu yang disukainya, tapi juga karena iPod sanggup mengacak sejarah musik, bisnis dan budaya di masyarakat. Karena itu pula lah ia bahkan men shuffle bab-bab dalam bukunya ini, sehingga setiap buku yang dijual memiliki susunan bab berbeda-beda kecuali bab pertama dan penutup, tanpa mengurangi kenikmatan membacanya.

Saya sepakat dengan Levy. Walaupun sampai sekarang saya belum punya iPod dan sejak tiga tahun terakhir ini masih menggunakan alat pemutar Mp3 butut merek Creative dengan kapasitas cuma 512Mb saja, tapi fungsi shuffle itulah yang membuat saya tidak bosan mendengarkannya karena justru kejutan-kejutan kecil yang dihadirkannya cukup berhasil mewarnai hari saya dan juga mungkin penggemar musik lainnya yang memiliki alat pemutar audio digital, persis seperti slogan yang digunakan Apple ketika pertama mengiklankan iPod Shuffle nya: Life is Random!

Sebuah buku yang walaupun memang berat terkesan terlalu memihak Apple, tapi ditulis dengan sangat menarik dan sarat dengan sejarah-sejarah menarik tentang salah satu temuan bersejarah dunia: bukan.. bukan cuma iPod tapi juga teknologi pemutar audio digital itu sendiri.

Cepat atau lambat, teknologi alat pemutar audio digital ini akan lebih memasyarakat di Indonesia dan juga merubah kehidupan masyarakat. Bahkan saat ini pun di sejumlah mall, misalnya, sudah ada yang berjualan lagu mp3 seharga sekitar 5-10 ribu per lagu yang bisa langsung dimasukkan ke handphone. Bayangkan berapa besar perubahan yang dibawanya. Dan ketika itulah kita orang radio harus tahu bagaimana memanfaatkan kehadirannya untuk memberi nilai tambah bagi radio kita, ketimbang melihatnya sebagai ancaman.

Tidak ada yang pernah berhasil mengancam keberadaan radio hingga kini. Yang ada hanyalah mereka yang sudah menyerah, sudah jiper duluan melihat kehadiran teknologi-teknologi baru hehe
Jadi benarkah radio terancam dengan kehadiran iPod (baca: mp3 player) ? Apa pendapat anda?:)

ditulis oleh  La Rane Hafied [FDR 143]

Radio Perlu Belajar dari Filosofi Kerja Google

Radio Perlu Belajar dari Filosofi Kerja Google
Radio Perlu Belajar dari Filosofi Kerja Google


Seorang teman seprofesi pernah mengeluhkan kejenuhannya karena meski ia bekerja di sebuah radio besar dengan gaji lumayan, tapi ia merasa stagnan karena tidak bisa menyalurkan kreatifitasnya. Padahal pada saat yang sama, perusahaan tetap menuntut kerja maksimal demi pemasukan iklan yang juga lebih besar.
Dari sisi perusahaan, pembenaran yang kerap sering terdengar adalah bahwa kreatifitas itu sering tidak sejalan dengan pemasukan iklan, atau malah dianggap buang-buang air time saja. Jadi akhirnya banyak radio yang “bermain aman” saja, yang penting iklan tetap ada walau tidak lancar.
Lantas bagaimana mengatasi masalah ini?

Ada satu contoh menarik yang mungkin bisa dicoba di radio anda. Contoh ini berasal dari sebuah perusahaan mesin pencari terbesar di dunia, Google.
Setiap satu hari dalam seminggu, para programer yang bekerja di Google diperbolehkan untuk mengerjakan proyek di luar tugas rutin atau job description mereka. Ini adalah salah satu dari filosofi kerja di Google yang dikenal dengan “Google’s 20 Percent Time”.
Mengapa bisa begitu? Saya jadi ingat buku karya kartunis Hugh MacLeod mengenai bagaimana mengembangkan kreatifitas. Di buku itu ia memaparkan sejumlah poin tentang kreatifitas, dan poin pertama –yang sekaligus menjadi judul buku itu- adalah: “Ignore Everybody”, jangan perdulikan orang lain!
Menurutnya, ide-ide orisinil justru seringkali muncul pertama kali dari diri sendiri tanpa masukan dari pihak lain, baik teman maupun rekan kerja (apalagi pengiklan hehe). Namun justru ini tahapan paling sulit, karena kita si pemilik ide sering mendapat tentangan. Maklum, ide yang baik kadang sering membuat orang lain ‘terganggu’ karena sering merusak sistem kerja yang sudah ‘mapan’ di tempat kerja.
Karena itulah, tulis Hugh di bukunya, ide yang bagus dan orisinil sering kali ditolak pada awalnya. Dan tidak ada jalan lain selain: jangan pedulikan orang lain! Ignore everybody! Kerjakan sendiri.
Tapi apa itu mungkin dilakukan di sebuah perusahaan yang menuntut kerjasama seluruh karyawannya? Google bisa dan berhasil! Caranya? Ya itu tadi, para karyawannya diberikan waktu 20 persen dari total waktu kerja mengerjakan sesuatu berdasarkan kreatifitas mereka sendiri tanpa banyak pertimbangan ini itu dari pihak perusahaan. Hasilnya luar biasa! Banyak inovasi-inovasi baru yang muncul dan justru menguntungkan perusahaan besar itu seperti “Google Reader” atau sejumlah fungsi baru di Gmail.
Terus pelajaran apa yang bisa kita petik untuk orang radio yang selalu memerlukan kreatifitas? Ya berikanlah waktu bagi para penyiar, produser, reporter, bahkan sales dan marketing sekalipun untuk mengembangkan ide dan kreatifitas mereka. Jangan matikan ide itu dari awal. Matikan ide itu kalau nanti terbukti tidak berhasil, karena tidak semua hasil kreatifitas itu menarik bagi pendengar, apalagi menarik bagi pengiklan
Memang kalau mau dilihat dari sudut pandang manajemen, cara ini mungkin hanya membuang waktu kerja saja. Tapi ada jalan lain yaitu tiru cara google. Berikan sedikit ruang gerak kepada mereka untuk mewujudkan kreatifitas. Sedikit saja. Toh yang untung nanti perusahaan juga.

Contoh. Berapa lama jam siaran di radio anda? Katakanlah 12 jam. Kenapa tidak berikan slot 30 menit atau 10 menit sekalipun pada setiap penyiar atau produser untuk mengembangkan sesuatu ide sesuai kemauan mereka tanpa harus dibebani kewajiban menarik pengiklan. Wajibkan mereka untuk pitching ide itu dan lebih penting lagi untuk mewujudkannya di udara dan biarkan pendengar yang menilai. Kalau tidak menarik, baru matikan ide itu!
Hal yang sama berlaku untuk para reporter, misalnya. Di sela kewajiban mereka melakukan liputan rutin setiap hari, berikan pula mereka waktu untuk membuat inovasi baru dalam melakukan liputan. Wajibkan kalau perlu!

Sales dan marketing pun demikian. Di luar tugas rutin, berikan mereka waktu untuk memikirkan ide-ide teknik pemasaran baru. Jadikan itu bagian dari Standard Operational Procedure mereka kalau perlu.

Di kantor ada bagian IT? Kenapa tidak berikan mereka waktu untuk juga memikirkan inovasi baru di situs kantor, atau di sistem siaran sesuai kemauan mereka di luar tugas-tugas rutin kantor. Mungkin sehari dalam seminggu bebaskan mereka dari kerja rutin? Kenapa tidak?

Anda mungkin berkata: bukankah ini tugas R&D atau Litbang? Betul! Tapi berapa sih staf R&D anda? Jangan-jangan malah radio anda tidak punya R&D? Nah, bayangkan seluruh penyiar anda juga melakukan tugas R&D? Lebih banyak kepala, lebih banyak ide, bukan?
Salah satu kunci sukses Google adalah karena mereka memberi ruang bagi ide dan kreatifitas individual pekerjanya untuk tumbuh sehari dalam seminggu dan terbukti itu menguntungkan perusahaan. Kenapa tidak dicoba untuk radio anda?

Kenapa ini penting?

Karena menurut pendapat saya, musuh dalam selimut bagi radio adalah rutinitas.
Rutinitas berpotensi mematikan kreatifitas dan menjadikan penyiar-penyiar anda robot belaka yang hanya bisa cuap-cuap di sela lagu. Kalau sudah begitu, apa bedanya radio anda dengan MP3 Player?

Silahkan percaya dengan anggapan bahwa radio di jaman sekarang telah mati! Silahkan membandingkan dengan radio di masa lalu yang menjadi bagian dari gaya hidup orang.

Tapi coba tanya orang radio jaman dulu, apa kunci keberhasilan mereka? Mungkin karena belum ada televisi dan internet, mungkin karena belum banyak persaingan dalam berebut kue iklan.. tapi mungkin juga karena mereka diberi kebebasan untuk berkreasi!


ditulis oleh  La Rane Hafied [FDR 143]

sumber : suarane.org

Radio dan Sejarah Proklamasi

Tahukah anda bahwa rekaman pembacaan naskah proklamasi oleh Bung Karno, yang hingga kini bisa kita dengar di Monas dan juga banyak beredar di internet itu, tidak direkam pada tanggal 17 Agustus 1945 ? Tahukah anda bahwa kabar tentang proklamasi yang pertama kali disiarkan melalui radio ke seluruh dunia tidak keluar dari mulut Bung Karno langsung?

Ya inilah kepingan sejarah kemerdekaan Indonesia yang melibatkan satu nama yang sangat penting dalam sejarah dunia radio siaran di Indonesia. Beliau adalah almarhum Muhammad Jusuf Ronodipuro, salah seorang pendiri Radio Republik Indonesia (RRI), bahkan yang pertama mengeluarkan slogan : “Sekali di Udara Tetap di Udara!”.
Berikut beberapa informasi tentang peran beliau di masa kemerdekaan Indonesia yang saya sarikan dari berbagai sumber (lihat tautan terkait di akhir artikel ini).

KABAR TENTANG PROKLAMASI
Banyak orang -ya paling tidak saya- berpikir bahwa  suara Bung Karno membacakan proklamasi itu mengudara juga di radio pada hari yang sama saat Indonesia merdeka. Ternyata bukan begitu ceritanya.
Jumat, 17 Agustus 1945, sekitar jam 17:30 WIB. Saat itu  Pak Jusuf sedang berada di kantornya, Hoso Kyoku (Radio Militer Jepang di Jakarta). Tiba-tiba muncullah Syahruddin, seorang pewarta dari kantor berita Jepang Domei dengan tergesa-gesa. (Catatan: Pak Jusuf sempat meralat kebenaran berita bahwa yang datang itu adalah sejarawan Des Alwi). Syahruddin yang masuk ke kantor Hoso Kyoku dengan melompati pagar itu menyerahkan selembar kertas dari Adam Malik yang isinya “Harap berita terlampir disiarkan”. Berita yang dimaksud adalah Naskah Proklamasi yang telah dibacakan Bung Karno jam 10 pagi.
Masalahnya, semua studio radio Hoso Kyoku sudah di jaga ketat sejak beberapa hari sebelumnya, tepatnya sehari setelah  Hiroshima dan Nagasaki di bom oleh Amerika. Jusuf kemudian berunding dengan rekan-rekannya, diantaranya Bachtiar Lubis (kakak dari Sastrawan dan tokoh pers Indonesia Mochtar Lubis) dan Joe Saragih, seorang teknisi radio.
Beruntung, studio siaran luar negeri tidak dijaga. Saat itu juga dengan bantuan Joe, kabel di studio siaran dalam negeri di lepas dan disambungkan ke studio siaran luar negeri. Tepat pukul 19:00 WIB selama kurang lebh 15 menit Jusuf pun membacakan kabar tentang proklamasi di udara, sementara di studio siaran dalam negeri tetap berlangsung siaran seperti biasa untuk mengecoh perhatian tentang Jepang.
Belakangan tentara Jepang mengetahui akal bulus Jusuf dan kawan-kawannya. Mereka pun sempat disiksa. Beruntung mereka selamat. Malam itu pun radio Hoso Kyoku resmi dinyatakan bubar, tetapi dunia saat itu juga sudah mengetahui kabar tentang proklamasi langsung dari mulut Jusuf Ronodipuro. Sayang rekaman suara ini tidak diketahui lagi keberadaannya, atau jangan-jangan sudah tidak ada mengingat malam itu juga radio tersebut ditutup oleh Jepang.
~~~
CIKAL BAKAL RADIO REPUBLIK INDONESIA
Gara-gara luka-luka dipukuli tentara Jepang, Jusuf Ronodipuro berobat ke seorang dokter bernama Abdurrahman Saleh. Mengetahui apa yang baru dilakukan oleh Jusuf, Abdurrahman Saleh kemudian menyarankan agar Jusuf membuat pemancar radio sebagai sarana komunikasi pemerintahan Indonesia yang baru dengan rakyat.
Kabarnya diperlukan waktu tiga hari bagi Jusuf dan kawan-kawannya untuk merakit pemancar itu. Laboratorium milik dokter Abdurrahman Saleh di belakang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, RSCM, pun kemudian dipakai sebagai ruang siaran. Maka berdirilah radio Voice of Indonesia yang siaran 2 jam sehari, satu jam dalam bahasa Indonesia, satu jam dalam Bahasa Inggris.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa untuk masuk ke studio ‘radio gelap’ tersebut harus melewati kamar mayat RSCM yang baunya busuk, sehingga setiap habis siaran bajunya pun tertular bau busuk itu dan harus direndam selama 2 hari untuk menghilangkan baunya.
Tetapi dari ruangan berbau busuk mayat itulah, Voice of Indonesia mengudara dan menjadi media utama untuk mengabarkan perjuangan Indonesia kepada rakyat dan juga ke masyarakat internasional. Bung Karno sendiri pertama kali berpidato di radio tersebut pada tanggal 25 Agustus 1945 sementara 4 hari kemudian Bung Hatta juga mengudara dari studio yang sama.
Voice of Indonesia kemudian menjadi cikal bakal Radio Republik Indonesia. Abdurrahman Saleh adalah direktur RRI yang pertama, dan Jusuf Ronodipuro kemudian dikenal sebagai orang pertama yang memperkenalkan slogan “Sekali Di Udara, Tetap Di Udara!
~~~
MEREKAM PEMBACAAN NASKAH PROKLAMASI
“Proklamasi itu hanya satu kali!” begitu kata Ir. Sukarno dengan nada marah kepada Jusuf Ronodipuro pada suatu hari di awal tahun 1951. Dalam pengakuan kepada salah seorang kerabat dekatnya Louisa Tuhatu, Jusuf Ronodipuro dengan rendah hati mengatakan, kebetulan sekali saat RRI baru saja membeli peralatan baru dan mendadak pula muncul ide di benaknya untuk merekam suara Bung Karno membacakan proklamasi.
Meskipun sempat ‘ciut’ juga dimarahi oleh Sang Pemimpin Besar Revolusi, tetapi Jusuf tetap bersikukuh. “Betul, Bung. Tetapi saat itu rakyat tidak mendengar suara Bung,” bujuknya. Bung Karno pun bersedia merekam suaranya tengah membacakan naskah proklamasi. Ini terjadi hampir 6 tahun setelah proklamasi yang asli dibacakan.
Nah, kebenaran cerita ini sempat menjadi kontroversi tersendiri. Bahkan -bisa ditebak- nama seorang Roy Suryo pun sempat terbawa-bawa disini. Tapi sudahlah. Itu urusan dia hehe.
Toh ada beberapa bukti yang bisa memperkuat kebenaran cerita ini. Kalau anda dengar pembacaan naskah proklamasi, maka akan terdengar kualitas rekaman yang relatif bersih, tidak ada suara-suara latar apapun. Senyap, seolah direkam di studio. Yang ada hanya suara Bung Karno. Padahal diasumsikan saat itu suasana saat proklamasi dibacakan sangatlah ramai. Nada suara Bung Karno pun tidak berapi-api seperti biasanya saat ia berpidato, bahkan ada kesan santai.
Bukti lain diceritakan oleh Louisa Tuhatu, orang terdekat Jusuf Ronodipuro di blognya (silahkan temui tautannya di akhir artikel ini). Anda mungkin tahu bahwa dalam naskah asli proklamasi yang hingga kini masih tersimpan rapi, tercetak tanggal “ hari 17 boelan 8, tahoen 05 “, sesuai penanggalan Jepang yakni tahun 2605 yang sama dengan tahun 1945. Tetapi dalam pembacaan saat rekaman, Bung Karno menyebutkan tahun 1945 dan bukannya tahun 05 atau 2605.
Silahkan bandingkan tanggal pada naskah, dengan tanggal pada rekaman pembacaan naskah proklamasi di bawah ini:
naskahproklamasi.jpg
Proklamasi [0:52m]
Demikianlah sekelumit catatan sejarah tentang sosok Jusuf Ronodipuro dan bagaimana radio berperan besar pada masa proklamasi kemerdekaan.
Muhammad Jusuf Ronodipuro meninggal pada tanggal 27 Januari 2008 dalam usia 88 tahun. Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Berita wafatnya beliau tidak banyak beredar, karena pada hari yang sama banyak media lebih terfokus pada kematian Suharto.
Toh Indonesia akan selalu mengenang beliau sebagai salah seorang yang paling berperan mewartakan kemerdekaan Indonesia kepada seluruh dunia, selain juga berbagai jasa lainnya yang bisa anda baca selengkapnya dalam tautan di bawah ini.
Semoga Allah membalas semua jasamu di alam sana, Pak Jusuf!
Sekali Di Udara, Tetap di Udara!!!
*disarikan dari berbagai sumber oleh Rane Hafied (suarane.org). Jika ditemukan ada fakta sejarah yang salah, mohon disampaikan ke penulis dengan mengisi kotak komentar di bawah ini atau mengirim email ke jafmail @gmail.com. Terimakasih.

Tautan Terkait :
- Blog Louisa Tuhatu
Salah seorang kerabat dekat Jusuf Ronodipuro
-  Antara.co.id
In Memoriam Jusuf Ronodipuro
- Kompas.co.id
Jusuf Ronodipuro, Penyebar Kabar Proklamasi
- Biografitokoh.com
Jusuf Ronodipuro, Pemekik Awal Semboyan RRI

Sumber Gambar:
- Jusuf Ronodipuro muda: Wiki Bahasa Jawa (dengan beberapa penambahan)
- Naskah Proklamasi:  Wikipedia  (dengan beberapa pengeditan)

ditulis oleh  La Rane Hafied [FDR 143]
sumber : suarane.org

 Sumber Audio:
- Di reproduksi dari rekaman kaset (sumber NN)
Last Updated (Friday, 03 September 2010 03:21)

KARAKTERISTIK MEDIUM RADIO

KARAKTERISTIK MEDIUM RADIO
Pemahaman Karakteristik medium radio adalah pengetahuan awal bagi praktisi penyiaran radio: penyiar, reporter, penulis naskah, produser, produksi, maupun posisi jabatan strategis lainnya perlu memahaminya. Pemahaman ini perlu karena untuk mendukung kemampuan menyampaikan pesan-pesan kepada pendengarnya, sesuai dengan kaidah-kaidah siaran radio yang didalamnya termasuk mengetahui kekuatan dan kelemahan sehingga bisa juga menentukan pendekatan dalam upaya pencapaian sasaran pendengar yang tepat, serta mampu juga menulis untuk radio sebagai materi siaran: informasi, edukasi, dan hiburan pada medium yang sangat khusus ini. 


Radio memiliki karakteristik yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia dan memberikan kontribusi yang besar bagi perkembangan komunikasi massa. Karakterisitik radio memberikan manfaat yang unik baik tinjauan dari sisi kelebihan maupun kekurangannya. Dengan memahami Kekuatan dan kelemahan inilah para praktisi penyiaran radio dapat merencanakan konsep untuk implementasi dalam menghasilkan produksi siaran yang lebih efektif, dan efisien. Pedroche, Toledo, Montilla, dalam bukunya “ Media Fack Book – KBP “ mengungkapkan karakterristik radio yang memberikan manfaat yang unik adalah: (1) Menarik imajinasi, (2) Ia cepat: merupakan alat informasi yang efisien dan tanpa banding, (3) Mudah dibawa, (4) Tidak memerlukan kemampuan membaca atau menulis, (5) Tidak memerlukan konsentrasi yang penuh dari seorang pendengar, (6) Cukup murah, (7) Mudah digunakan, Seperti yang lainnya, walau bagaimanapun juga radio memiliki keterbatasan. Keterbatasannya adalah bahwa ia hanyalah merupakan sebuah medium buta.

Sekalipun radio menjadi medium buta yaitu hanya melalui suara, maka suara merupakan sebuah instrumen penting yang perlu dikaji lebih mendalam. Sculberg dalam bukunya “ Radio Advertising-The Authoritative Handbook “ mengatakan: “ Para ahli psikologi telah menyimpulkan bahwa memori ingatan berdasarkan aspek pendengaran pada manusia ternyata jauh lebih kuat dari ingatan yang didapat dari penglihatan, atau indera penciuman. Respon manusia terhadap suara, yang langsung masuk ke otak, rata-rata sekitar 140 mili detik. Respon terhadap cahaya – kata-kata dan gambar – adalah 180 mili detik. Perbedaan respon sekitar 40 mili detik ini merupakan waktu dimana gambar diteruskan menuju bagian aural di otak untuk mendapatkan proses identifikasi sebelum gambar ini bergerak dan masuk ke sistem penerimaan visual di otak)”. Lebih lanjut dikatakan juga oleh Chantler dan Harris dalam bukunya “ Radio adalah medium terbaik untuk imajinasi. Pendengar selalu mencoba untuk berimajinasi terhadap apa yang didengar dan apa yang dijelaskan. Gambaran ini adalah emosi – misalnya suara seorang ibu yang menawan hati menginformasikan bahwa ia telah kehilangan putri remajanya. Gambaran dalam radio tidak terbatas oleh ukuran sebuah layar. Ukuran mereka adalah menurut apa yang anda inginkana)”. Sculberg menjelaskan: “ Radio bukanlah pesawat televisi yang tanpa disertai gambar. Karena tidak ada gambaran yang sifatnya literal tersebut, saat radio dijalankan dengan penuh kreativitas oleh para penggagas program-programnya dan juga oleh para pengiklannya, radio bisa memberikan kesan dalam pikiran orang. Kesan tersebut bahkan diluar visi paling liar yang dimiliki oleh produser-produser televisi yang paling banyak bertualang sekalipun”.

Berikut adalah karakteristik radio yang ditulis oleh Book, D.Cary, Tannenbaum dalam bukunya “ The Radio & Television Commercial “ mengungkapkan sebagai berikut:

Radio: Terdapat dimana-mana
Terdapat sekitar setengah milyar pesawat radio. 73 persen diantaranya berada di rumah, took-toko, tempat potong rambut, dan di kantor-kantor. Radio-radio yang berada di mobil dan truk terhitung sekitar 100 jutaan. Dan radio portable yang berjumlah jutaan berada dimana-mana bahkan dalam even olahraga yang sedang disiarkan secara langsung. Terlebih, tidak seperti media cetak, radio tidak dapat diabaikan. Jika anda dalam jarak dengar sebuah radio yang sedang menyala, anda akan mendengarnya baik anda menginginkannya ataupun tidak.

Radio: Bersifat Memilih
Geografi, demografi, dan keragaman program stasiun radio membantu pembeli media menetapkan target audiens mereka. Fleksibilitas semacam ini berarti bahwa spot anda dapat disiarkan pada jaringan regional atau nasional. Mereka dapat diudarakan setiap waktu siang atau malam hari. Pengiklan bisa memilih dari berbagai macam stasiun radio AM atau FM, masing-masing dengan format yang berbeda. Semua berita, musik kontemporer dewasa, country, black musik, oldies, top forty, musik indah, musik tengah perjalanan, klasik, acara wawancara, etnik, ataupun bahasa asing. Keragaman semacam ini memungkinkan copywriter untuk “berbicara” secara langsung tentang prospek.

Radio: Hemat atau ekonomis
Dalam satu minggu, radio dapat mencapai sembilan dari sepuluh pendengar yang berusia 12 tahun keatas. Mereka yang berusia 18-tahun keatas mendengar radio selama hampir tiga setengah jam sehari. Seorang pengiklan biasanya dapat mempercayakan pada kombinasi yang efektif atas jangkauan dan frekuensi dengan biaya yang relatif rendah per ribuan pendengar. Sendirian atau bersama-sama dengan media lain, radio bisa secara efektif membantu menetapkan anggaran iklan. Spot bisa dijadwalkan sesedikit atau sebanyak mungkin yang objektif dan menurut budget. Pemikiran ekonomi yang lain: iklan radio relatif tidak mahal Biaya pembuatannya, mulai dengan tanpa biaya sama sekali, ketika script atau lembaran ad-lib dibaca secara live oleh penyiar lokal, sampai dengan produksi yang penuh anggaran dengan musik, efek suara, dan bakat.

Radio: Cepat
Jika kebutuhan meningkat, seorang pengiklan bisa meminta iklan live atau lokal untuk diudarakan dalam beberapa jam. Spot yang menggunankan efek suara, musik atau jingle dan beberapa suara dapat dicoba, direkam, di-mix, di dubbing, dan kemudian diudarakan dalam sehari. Iklan ini untuk pengiklan yang harus menghadapi keadaan darurat, misalnya sebuah diler AC yang wilayahnya secara tia-tiba terkena gelombang panas.

Radio: Peran Serta
Sejalan dengan perasaan persahabatan dan kesetiaan pada suatu stasiun radio tertentu, pendengar mengembangkan suatu rasa memiliki radio. Radio menuntut imaginasi untuk terlibat. “Cerita-cerita” iklan tidak dibatasi terhadap tempat dan waktu. Efek-efek suara dan musik secara langsung menciptakan suatu layar. Penggambaran atau dialog bisa sejelas mungkin dan tokoh-tokoh bisa dimainkan baik secara langsung atau sebagai karikatur komik. Para pendengar menggunakan imaginasi untuk mengisi “ warna ” dan detilnya.

Sedangkan Weinberger, Campbell, dan Brody, dalam bukunya “ Effective Radio Advertising “ menyebutkan ada 5 (lima) kekuatan radio, diantaranya adalah:

Radio: Jangkauan
Radio adalah medium yang ada dimana-mana, orang menggunakannya dimana saja. Beberapa ahli dibidang iklan menyebutnya sebagai “ medium yang terdapat dimana-mana ” – medium yang selalu bersama dengan konsumen sejak bangun tidur di pagi hari sampai mereka pergi tidur di malam hari).

Radio: Kemampuan Untuk Menjangkau Sasaran Tembakan
Radio juga memiliki kemampuan yang unik untuk membuat target dan mencapai pendengar yang sangat spesifik. Radio bisa ditujukan untuk kelompok orang berdasarkan pada demografi mereka, dimana mereka tinggal, minat khusus mereka, atau bahkan menurut sifat psikologis mereka. Pemilihan target dicapai dengan menempatkan iklan-iklan dalam beberapa format radio yang berbeda pada waktu-waktu yang berbeda, atau dengan mengkonsentrasikan pada bagian-bagian negara yang berbeda.

Radio: Hemat Biaya
Radio seringkali menjadi medium yang paling efektif dalam Biaya untuk sebuah pengiklan atau agensi yang membeli. Ketika dibandingkan menurut Biaya per basis ribuan (cpm), radio secara konsisten berada diantara media-media yang paling efisien.

Radio: Frekuensi
Radio juga disebut sebagai “medium frekuensi” karena ia bisa mencapai frekuensi yang sangat tinggi dalam waktu yang sangat singkat.

Radio: Daya Cipta atau Kreatifitas
Radio memungkinkan pengiklan untuk menetapkan jumlah gambaran mental yang tidak terbatas. Beberapa ahli media menyatakan bahwa “keajaiban” radio memungkinkan pendengar untuk menggunakan imajinasi mereka karena ia merangsang “suatu teater pikiran.” Gambaran-gambaran mental yang diciptakan oleh radio tidak dibatasi oleh batasan visual yang ada pada televisi. Radio memiliki kemampuan untuk merangsang “ perkembangan visual yang hebat ” dan membiarkan pendengar menggunakan imaginasi mereka untuk membentuk gambaran mental mereka sendiri. Sederhananya, gambaran adalah proses yang digunakan orang untuk mengembangkan “ gambaran-gambaran dalam pikiran mereka “. Rangsangan yang diterima oleh lima indera memungkinkan pendengar untuk melakukan proses pemikiran yang mengarah pada gambaran-gambaran yang dibentuk oleh pengalaman mereka sendiri.” Oleh karena itu, pikiran dan ide yang dimunculkan selalu konsisten dengan pandangan hidup pribadi pendengar dan cara mereka melihat lingkungan mereka. Ada bukti yang kuat bahwa gambaran yang memprovokasi pikiran dapat mengarah pada ingatan pesan dan penerimaan informasi yang terkait dengan produk karena pendengar radio mengingat produk pengiklan menurut suatu cara yang benar-benar sesuai pribadi mereka.

ditulis oleh  Harley Prayudha [MPR 001]

ETIKA PENYIARAN

ETIKA PENYIARAN
Dalam era informasi ini media massa mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pembentukan opini publik. Dengan kemajuan teknologi komunikasi, informasi tentang berbagai hal, yang baik maupun yang buruk, dapat mencapai masyarakat yang sangat luas sampai ke pelosok pedalaman. 

Oleh karena itu para pengelola media massa, khususnya penyelenggara penyiaran televisi dan radio,diharapkan mampu menjalankan fungsinya secara proporsional dan bertanggungjawab dalam rangka ikut serta mewujudkan masyarakat yang maju, sejahtera, dan beradab.

Dalam kenyataannya sering terjadi fungsi itu tidak berjalan seimbang. Fungsi menghibur sering lebih menonjol karena dorongan berbagai kepentingan, diantaranya kepentingan bisnis, sehingga fungsi pendidikan kadang terdesak atau terkalahkan.

Dalam kondisi demikian itulah kita perlu acuan bentuk seperangkat etika penyiaran, yang di antara sumbernya adalah dari ajaran agama. Prinsip etika penyiaran menurut pandangan Islam di antaranya sdalah sebagai berikut :

Satu, menggunakan cara yang bijaksana (hikmah). Dalam menyiarkan informasi, baik informasi keagamaan hendaknya dengan cara yang bijaksana (AIquran Surat An-Nahl ayat 125). Yang dimaksud dengan hikmah dalam konteks ini adaiah memperhatikan waktu, tempat, dan kondisi masyarakat, termasuk frame of reference mereka. Dua, dengan pelajaran/ pendidikan yang baik, Isi siaran hendaknya mengandung nilai pendidikan yang baik, mendorong manusia untuk maju, hidup saleh, sejahtera, memiliki budi pekerti yang luhur, dan lain-lain sifat yang mulia, sebagaimana tersirat pada ayat di atas. Tiga, bertukar pikiran.

Sesuai ayat di atas, orang menyampaikan informasi bisa juga dilakukan melalui tukar pikiran (diskusi) dengan cara yang baik, misalnya melalui talks show. Empat, menyampaikan berita/informasi yang benar.

Berita /informasi yang disampaikan kepada masyarakat hendaknya sesuatu yang benar, yang bersih dari penipuan dari kebohongan. Oleh karena itu para peliput berita /informasi hendaknya bertindak teliti dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya. Kalau ada informasi yang belum jelas hendaknya diklarifikasi (Alquran Surat AI-Hujurat ayat 6). Lima, memberikan hiburan dan peringatan.

Menyampaikan informasi keagamaan atau pun informasi umum, hendaknya ada aspek hiburannya. Di samping itu hendaknya juga disertai peringatan kepada audiens agar jangan sampai melakukan perbuatan tercela, atau melanggar aturan yang berlaku (Alquran Surat Al-Baqarah ayat 119). Enam, dilarang memfitnah.

Fitnah adalah ucapan, tulisan, atau gambar yang menjelekkan orang lain, seperti menodai nama baik, atau merugikan kehormatan orang lain. Islam melarang perbuatan memfitnah (Alquran Surat Al-Baqarah ayat 191). Tujuh, dilarang membuka/ menyiarkan aib orang lain.

Dalam acara infotainment diungkap rahasia pribadi dari para selebritis, yang tidak jarang dibeberkan kejelekan mereka. Dalam sebuah Hadis, Nabi melarang penyampaian informasi yang demikian (ghibah), kecuali untuk mengungkap kezaliman. Delapan, dilarang mengadu-domba.

Nabi juga melarang perbuatan mengadu-domba (namimah) antara seseorang/sekelompok orang dengan orang/ kelompok orang lain, karena dapat menimbulkan perpecahan dan mala petaka lainnya.

Sembilan, menyuruh berbuat baik dan mencegah berbuat jahat. Intisari yang seharusnya menjiwai seluruh kegiatan komunikasi adalah menyuruh orang untuk berbuat kebaikan dan mencegah mereka dari perbuatan jahat, yang dikenal dengan istilah amar makruf nahi munkar (Alquran Surat Ali lmran ayat 104). Termasuk perbuatan munkar adalah menyiarkan hal-hal yang bersifat pornografi dan pornoaksi. Dewan Pimpinan MUI Pusat, Jakarta, dalam fatwanya No 287 Tahun 2001 antara lain menyatakan : Menggambarkan, secara langsung atau tidak langsung, tingkah laku secara erotis, baik dengan lukisan, gambar, tulisan, suara, reklame, iklan, maupun ucapan, baik melalui media cetak maupan elektronik yang dapat membangkitkan nafsu birahi adalah haram.

Drs H Ibnu Djarir, ketua MUI Provinsi Jawa Tengah

Menjadi Penyiar Radio

Menjadi Penyiar Radio


Untuk menjadi penyiar yang handal perlu melatih diri terutama suara/vokal di samping itu juga kemampuan fisik karena dituntut untuk kerja keras. Oleh karena itu lakukanlah tip berikut ini untuk menemukan suara yang terbaik sebagai berikut :

RADIO adalah suara (sound) Media yang hanya bisa didengar (auditif). Suara (voice) pula yang jadi aset terpenting seorang penyiar –sebagai ujung tombak, front liner, sebuah radio yang berinteraksi langsung dengan pendengar. Banyak orang terlahir dengan memiliki suara indah. Namun, kebanyakan dari kita harus bekerja keras untuk menjadi penyiar profesional. Lagi pula, jadi penyiar profesional tidak cukup bermodal suara emas (golden voice), tapi juga perlu modal lainnya, seperti wawasan, sense of music, dan sense of humor.

Wawasan.
Penyiar harus berwawasan agar siarannya hidup, dinamis, berisi, dan tidak monoton. Kosakata, varietas kata, improvisasi, hanya bisa dilakukan oleh penyiar yang berwawasan luas. Karena itu, banyak baca, jadilah orang yang haus pengetahuan! Dijamin, jika Anda berwawasan luas, takkan kehabisan kata-kata untuk berbicara. Sense Of Music Penyiar harus memiliki sense of musicyang tinggi. Soalnya, tugas penyiar bukan hanya mutar lagulagu, tapi mesti paham juga tentang jenis musik, alat musik, dan artisnya.

Sense Of Humor.
Penyiar juga harus humoris, punya bakat menghibur. Bakat itu diperlukan karena profesi penyiar radio dituntut mampu menghibur pendengar. Lagi pula, radio identik dengan hiburan (entertaintment). Bahasa Tutur. Siaran harus menggunakan bahasa tutur, bahasa percakapan (conversational language), demikian juga naskah berita atau iklan. Bahasa tutur yaitu bahasa yang dipakai dalam pergaulan sehari-hari yang mempunyai ciri khas: (a) kalimatnya sederhana, singkat, kurang lengkap, tidak banyak menggunakan kata penghubung; dan (b) menggunakan kata-kata yang lazim dipakai sehari-hari (spoken words). Didalam bahasa tutur, lagu kalimat (infleksi, inflection) memegang peranan penting. Tanpa bantuan lagu kalimat, sering orang mengalami kesukaran dalam memahami bahasa tutur. Sama pentingnya adalah artikulasi atau pronounciation (pengucapan kata), intonasi (nada suara atau irama bicara), aksentuasi (logat, dialek, stressing), dan speed (kecepatan berbicara, tempo). 

Tampilkan Suara Terbaik dengan Rileks. Penyiar adalah “pemain sandiwara” (performer) dan menghadapi tantangan yang sama dengan penyanyi atau aktor. Begitu di atas pentas, di depan kamera, atau di belakang microphone, Anda tidak akan dapat memberikan penampilan terbaik kecuali jika Anda santai (relax). Tenggorokan tercekik (tight throat), leher tegang, dan pundak yang kaku, akan membuat Anda tidak dapat mengeluarkan suara terbaik. Bagaimana biar rileks? Bukan dengan mengatakan pada diri Anda, “Relax, fool, relax!” Relaksasi bukanlah soal psikologis, tapi soal fisik. Ia tidak dimulai di otak, tapi di badan. Relaksasi diperoleh melalui sebuah proses fisik berupa peregangan dan pernafasan. Jika tubuh Anda rileks, emosi Anda akan mengikuti.

Atur Nafas. Mati lemas atau kekurangan nafas (suffocation) adalah penyebab kematian nomor satu di kalangan penyiar. Banyak penyiar biasa terus menahan nafas selama bertutur. Nafas megap-megap tidak akan menghasilkan siaran yang bagus. Bernafas secara tepat adalah dasar siaran profesional. Naskah siaran harus memberi kesempatan untuk bernafas. Ketika Anda membaca naskah, buatlah tanda di mana Anda akan mengambil nafas. Ikuti instruksi Anda sendiri dan bernafaslah saat Anda melihat tanda itu. Sikap badan yang baik dan dukungan dari diafragma Anda, akan membuat tiap nafas bekerja lebih lama bagi Anda. Anda bisa latih hal itu dengan cara meratakan jari tangan dan tekan diafragma (rongga antara dana dan perut). 

Ketika Anda mulai dengan suara rendah, tekan diafragma Anda dengan tangan. Teknik ini akan memberi Anda kekuatan ekstra. Jauhkan mulut Anda dari microphone saat menarik nafas. Jangan sampai tarikan nafas Anda mengudara Visualisasi. Penyiar radio berbicara kepada pendengar yang tidak terlihat. Secara simultan (bersamaan), sebagai penyiar Anda berbicara kepada tidak seorang pun (talk to no one) –karena tidak satu orang pendengar pun yang hadir secara fisik di depan Anda— dan kepada setiap orang (talk to everyone), mungkin ribuan pendengar. Talk to one one and eveyone! Penyiar radio juga sering sendirian di ruang siaran, tidak ada lawan bicara, hanya ditemani sejumlah “benda mati” –komputer, mixer, dan sebagainya. Membentuk “mental image” tentang pendengar Anda sangat penting untuk siaran terbaik. 

Berbicara kepada benda mati bukan saja tidak membangkitkan semangat (uninspiring), tapi juga tidak realistis. Karenanya, saat siaran, bayangkan Anda sedang berbicara pada seorang teman, atau sekelompok kecil orang. Membayangkan adanya seorang pendengar di depan Anda, akan membantu Anda berkomunikasi secara alamiah, gaya ngobrol (conversational way). Tentukan Pilihan Kata! Di radio, Anda hanya punya satu kesempatan untuk membuat pendengar Anda mengerti yang Anda kemukakan. Di media cetak, pembaca akan mengulang bacaan pada bagian yang mereka tidak pahami. Di televisi, ada bantuan visual untuk memperjelas berita. Tapi di radio, yang dimiliki pendengar hanya suara Anda. Karena itu, saat menyampaikan sebuah informasi, putuskan katak-kata mana yang menjadi kata kunci (key words) dan garis bawahi. Tiap kata memiliki nilai berbeda. Putuskan apa yang akan Anda tekankan, di mana lagu kalimat (inflection) Anda akan menaik dan menurun, dan di mana Anda akan bernafas. Biasanya, infleksi menaik kalau akan bersambung dan menurun jika akan berhenti. Konsentrasi. Tidak ada pilot otomatis dalam siaran. Jika Anda tidak mendengar apa yang Anda katakan, tidak ada orang lain yang akan mendengar. Siaran yang baik membutuhkan konsentrasi tingkat tinggi. Tidak mudah untuk mengatur nafas Anda, memvisualkan pendengar Anda, dan melaporkan cerita pada saat yang sama. Karena itu, relaksasi adalah kunci konsentrasi. Latihan. Best voice requires experimentation. 

Seorang penyiar harus menemukan suara terbaiknya dan ini butuh eksperimen. Jika Anda punya pilihan mikrofon, cobalah satu per satu untuk menemukan mike paling sesuai bagi Anda. Beberapa mike dibuat untuk mendorong tinggi-rendah suara Anda, dan Anda bisa menyelaraskannya sesuai dengan kebutuhan Anda. Mintalah bantuan teknisi. Cobalah dengan merekam suara Anda dalam sikap tubuh yang berbeda, kedekatan yang berbeda dengan mike, dan tingkat proyeksi (pengerasan) yang berbeda. Bayangkan ragam pendengar dan lihatlah bagaimana “mental image” ini mempengaruhi penyampaian Anda. Bicara kepada satu orang. Bayangkan, pendengar itu satu orang! Orang yang baru pertama kali berbicara di radio, sering secara salah memvisualkan pendengarnya – membayangkan bahwa pendengar itu ribuan. Padahal, orang yang mendengarkan itu dalam kelompok berjumlah satu orang (in group of one). Ya, bayangkan pendengar itu satu orang! Teman Akrab. Berbicaralah layaknya kepada teman akrab (intimate friend). Lihat wajah teman Anda itu dalam “pikiran mata” (mind’s eye) Anda. Smile. 

Senyumlah, meski pendengar tidak melihat Anda. Berbicara dengan senyum, akan terasa hangat, ramah, friendly, di telinga pendengar. Kontak Mata. Lakukan kontak mata! Pandanglah ia sekali-sekali untuk melakukan kontak mata (eye contact), meskipun hanya ada satu orang di ruangan –Anda sendiri! Gesture. Gunakan gerakan tubuh (gesture), meskipun tidak ada orang yang melihat Anda. Anda adalah aktor. Saat berbicara di depan umum (public speaking), jika Anda punya mike portable (mudah dibawa), bergeraklah mengitari panggung. Bayangkan Anda adalah seorang aktor yang sedang “mentas” di televisi.

Jeda. Jedalah untuk beberapa detik untuk membiarkan pesan Anda sampai ke pendengar. Saat jeda, buatlah kontak mata. Anda juga bisa jeda jika mencari gagasan berikutnya. Infleksi. Pelajarilah cara orang berbicara saat ngobrol dan gunakan pola pembicaraan itu ketika memnbaca naskah. “Intiplah” pembicaraan orang di restoran. Perhatikan bagaimana dinamika vokal mereka berfluktuasi: lebih keras, lebih lembut. Juga perhatikan obrolan itu berubah-ubah arah dan bagaimana tingkat lagu kalimat (range of inflection) mereka melebar.

Mengatasi Gugup. Mulut Anda kering, jantung berdebar, dan lutut bergetar. Anda pun panik! Ya, Anda gugup (nervous). Lantas harus bagaimana?

a. Tarik nafas yang dalam (deep breath) – penuhi tubuh Anda dengan oksigen. Ini akan membantu otak Anda bekerja.

b. Gerakkan badan Anda (bluff). Berdiri tegak, layaknya tentara berbaris dengan bahu dan dada yang tegap. Lalu tersenyumlah! Meskipun Anda tidak merasa bahagia atau percaya diri, lakukanlah. Anda akan tampak percaya diri dan tubuh Anda akan “mengelabui” otak Anda untuk berpikir bahwa ini adalah percaya diri. Bluff – body and smile

c. Jaga agar mulut dan tenggorokan Anda tetap basah. Siapkan selalu air mineral, jangan sampia mulut dan tenggorokan Anda kering.

d. Lancarkan aliran darah dengan memijat dahi.

e. Pastikan Anda sudah siap. Siapkan bahan pembicaraan, pahami tema atau naskah.

Teknik Vokal. Penyiar harus lancar bicara dengan kualitas vokal yang baik. Teknik vokal yang diperlukan antara lain kontrol suara (voice control) selama siaran, meliputi pola titinada (pitch), kerasnya suara (loudness), tempo (time), dan kadar suara (quality). Diafragma. Kualitas suara yang diperlukan seorang penyiar adalah “suara perut”, suara yang keluar dari rongga badan antara dada dan perut –dikenal dengan sebutan “suara diafragma”. Jenis suara ini akan lebih bertenaga (powerfull), bulat, terdengar jelas, dan keras tanpa harus berteriak. Untuk bisa mengeluarkan suara diafragma, menurut para ahli vokal, bisa dilakukan dengan latihan pernafasan, antara lain:

a. Ucapkan huruf vocal A, I, U, E, O dengan panjang-panjang. Contoh: tarik nafas, lalu suarakan AAAAAaaaaaaaaaaaaa… (dengan bulat), terus, sampai habis nafas. Dilanjutkan lagi untuk huruf lainnya. Suarakan AAAAaaaaaaa… dari nada rendah, lalu naik sampai AAAAaaaaaaa… nada tinggi.

b. Ambil napas pelan-pelan. Ketika diafragma dirasa udah penuh, buang pelan-pelan. Untuk menambah power, buang nafas itu, hela dengan cara berdesis: ss… ss… ss… (putusputus), seperti memompa isi udara keluar. Akan tampak diafragma Anda bergerak.

c. Saat mengambil napas, bahu jangan sampai terangkat. Kalau terangkat, berarti Anda bernapas dengan paru-paru. Contoh: ketika orang sedang ambil napas mendadak karena kaget, ia akan mengambil napas dengan paru-paru. Makanya, orang kaget suka megang dada. Intonasi. Intonasi (intonation) adalah nada suara, irama bicara, atau alunan nada dalam melafalkan kata-kata, sehingga tidak datar atau tidak monoton. Intonasi menentukan ada tidaknya antusiasme dan emosi dalam berbicara. Misalnya, mengucapkan “Bagus ya!” dengan tersenyum dan semangat, akan berbeda dengan mengucapkannya dalam ekspresi wajah datar, bahkan nada sinis. Latihan intonasi bisa dengan mengucapkan kata “Aduh” dengan berbagai ekspresi –sedih, kaget, sakit, riang, dan seterunya. Aksentuasi. Aksentuasi (accentuation) adalah logat atau dialek. Lakukan penekanan (stressing) pada kata-kata tertentu yang dianggap penting. Misal, “Saat sakit, tindakan terbaik adalah dengan minum obat”; atau “Saat sakit, tindakan terbaik adalah dengan minum obat”; “Saat sakit, tindakan terbaik adalah dengan minum obat”. Aksentuasi dapat dilatih dengan cara menggunakan “konsep suku kata” -dan, yang, di (satu suku kata); minggu, jadi, siap, Bandung (dua suku kata); bendera, pendekar, perhatian (tiga suku kata); dan sebagainya. Ucapkan sesuai penggalan atau suku katanya! Speed. Gunakan kecepatan (speed) dan kelambatan berbicara secara bervariasi. Kecepatan berpengaruh pada kejelasan (clarity), juga durasi. Kalo waktu siaran sudah mepet, kecepatan diperlukan. Artikulasi (articulation), yaitu kejelasan pengucapan kata-kata. Disebut juga pelafalan kata (pronounciation).

Setiap kata yang diucapkan harus jelas, misalkan harus beda antara ektrem dengan eksim. Seringkali, dijumpai kata atau istilah yang pengucapannya berbeda dengan penulisannya, utamanya kata-kata asing seperti “grand prix” (grong pri), atau namanama orang Barat — -”Tom Cruise” (Tom Cruz), George Bush (Jos Bus), dan banyak lagi. Be Yourself. Keaslian (naturalness) suara harus keliar. Bicara jangan dibuat-buat. Anda harus menjadi diri sendiri, be yourself, tidak meniru orang lain.


Ceria. Kelincahan (vitality) dalam berbicara sehingga dinamis dan penuh semangat, cheerful! Anda harus ceria selalu. Jangan lemas, lunglai, nanti terkesan tidak mood, apalagi ”judes”! Ingat, penyiar adalah penghibur, entertainer! Hangat. Keramahtamahan (friendliness) sangat penting.

Anda harus sopan, hangat, dan akrab. Penyiar profesional menjadi teman dekat bagi pendengar.

About Radio

About Radio



Radio is the transmission of signals by modulation of electromagnetic waves with frequencies below those of visible light. Electromagnetic radiation travels by means of oscillating electromagnetic fields that pass through the air and the vacuum of space. Information is carried by systematically changing (modulating) some property of the radiated waves, such as amplitude, frequency, phase, or pulse width. When radio waves pass an electrical conductor, the oscillating fields induce an alternating current in the conductor. This can be detected and transformed into sound or other signals that carry information.

Originally, radio or radiotelegraphy was called "wireless telegraphy", which was shortened to "wireless" by the British. The prefix radio- in the sense of wireless transmission, was first recorded in the word radioconductor, coined by the French physicist Édouard Branly in 1897 and based on the verb to radiateLee De Forest, was adopted by the United States Navy in 1912 and became common by the time of the first commercial broadcasts in the United States in the 1920s. (The noun "broadcasting" itself came from an agricultural term, meaning "scattering seeds widely".) The term was then adopted by other languages in Europe and Asia. British Commonwealth countries continued to mainly use the term "wireless" until the mid 20th century, though the magazine of the BBC in the UK has been called Radio Times ever since it was first published in the early 1920s. (in Latin "radius" means "spoke of a wheel, beam of light, ray"). This word also appears in a 1907 article by

In recent years the term "wireless" has gained renewed popularity through the rapid growth of short-range computer networking, e.g., Wireless Local Area Network (WLAN), Wi-Fi, and Bluetooth, as well as mobile telephony, e.g., GSM and UMTS. Today, the term "radio" often refers to the actual transceiver device or chip, whereas "wireless" refers to the system and/or method used for radio communication, hence one talks about radio transceivers and Radio Frequency Identification (RFID), but about wireless devices and wireless sensor networks.

Radio systems used for communications will have the following elements. With more than 100 years of development, each process is implemented by a wide range of methods, specialized for different communications purposes.
Each system contains a transmitter. This consists of a source of electrical energy, producing alternating currentfrequency of oscillation. The transmitter contains a system to modulate (change) some property of the energy produced to impress a signal on it. This modulation might be as simple as turning the energy on and off, or altering more subtle properties such as amplitude, frequency, phase, or combinations of these properties. The transmitter sends the modulated electrical energy to a tuned resonant antenna; this structure converts the rapidly changing alternating current into an electromagnetic wave that can move through free space (sometimes with a particular polarization). of a desired

Electromagnetic waves travel through space either directly, or have their path altered by reflection, refraction or diffraction. The intensity of the waves diminishes due to geometric dispersion (the inverse-square law); some energy may also be absorbed by the intervening medium in some cases. Noise will generally alter the desired signal; this electromagnetic interference comes from natural sources, as well as from artificial sources such as other transmitters and accidental radiators. Noise is also produced at every step due to the inherent properties of the devices used. If the magnitude of the noise is large enough, the desired signal will no longer be discernible; this is the fundamental limit to the range of radio communications.

The electromagnetic wave is intercepted by a tuned receiving antenna; this structure captures some of the energy of the wave and returns it to the form of oscillating electrical currents. At the receiver, these currents are demodulated, which is conversion to a usable signal form by a detector sub-system. The receiver is "tuned" to respond preferentially to the desired signals, and reject undesired signals.
Early radio systems relied entirely on the energy collected by an antenna to produce signals for the operator. Radio became more useful after the invention of electronic devices such as the vacuum tube and later the transistor, which made it possible to amplify weak signals. Today radio systems are used for applications from walkie-talkie children's toys to the control of space vehicles, as well as for broadcasting, and many other applications.

Early uses were maritime, for sending telegraphic messages using Morse code between ships and land. The earliest users included the Japanese Navy scouting the Russian fleet during the Battle of Tsushima in 1905. One of the most memorable uses of marine telegraphy was during the sinking of the RMS Titanic in 1912, including communications between operators on the sinking ship and nearby vessels, and communications to shore stations listing the survivors.

Radio was used to pass on orders and communications between armies and navies on both sides in World War I; Germany used radio communications for diplomatic messages once it discovered that its submarine cables had been tapped by the British. The United States passed on President Woodrow Wilson's Fourteen Points to Germany via radio during the war. Broadcasting began from San Jose, California in 1909,and became feasible in the 1920s, with the widespread introduction of radio receivers, particularly in Europe and the United States. Besides broadcasting, point-to-point Broadcasting, including telephone messages and relays of radio programs, became widespread in the 1920s and 1930s. Another use of radio in the pre-war years was the development of detection and locating of aircraft and ships by the use of radar (RAdio Detection And Ranging).

Today, radio takes many forms, including wireless networks and mobile communications of all types, as well as radio broadcasting. Before the advent of television, commercial radio broadcasts included not only news and music, but dramas, comedies, variety shows, and many other forms of entertainment (the era from 1930 to the mid-1950s is commonly called radio's "Golden Age"). Radio was unique among methods of dramatic presentation in that it used only sound. For more, see radio programming.