Tampilkan postingan dengan label WAWANCARA RADIO. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label WAWANCARA RADIO. Tampilkan semua postingan

Sense of Urgency

Saat harus kembali melakukan liputan di Jakarta, maka saat itulah saya kembali rajin memantau berbagai radio berita yang semua gelombangnya tersimpan dalam preset di radio handphone saya guna mendapatkan berbagai informasi teraktual di lapangan.

Luar biasa memang radio-radio berita itu menempatkan reporter mereka sehingga selalu berhasil mendapatkan informasi terbaru. Tapi sayang, dalam pendapat saya, banyak di antara para reporter radio itu yang belum memiliki sense of urgency saat menyampaikan laporan mereka di udara. Mahluk apakah gerangan sense of urgency itu?

Bayangkan seorang reporter memberitakan tentang suasana di Jalan Cendana saat wafatnya Pak Harto. Dengan nada yang datar ia bercerita tentang keramaian yang terjadi, perkembangan peristiwa dari jam ke jam sampai siapa saja tokoh yang datang lengkap dengan warna baju hingga ke nomor plat mobilnya. Secara teknis, ia sudah menyampaikan laporan dan pendengar sudah mendapatkan informasinya. Titik! Tapi tetap saja ada yang kurang, bak makan sup hangat yang bumbunya kurang pas. Kenyang memang, tapi kurang pas saja dan bagi saya yang kurang pas itu adalah sense of urgency.

Apa itu sense of urgency? Bagi saya itu adalah ketika setiap kata, setiap nada dan penekanan suara, setiap gambaran, setiap ekspresi suara semuanya membentuk kesan bahwa apa yang anda sampaikan itu penting dah harus didengar sehingga anda berusaha menyampaikannya dengan sedemikian meyakinkannya agar orang ikut ‘merasakan’ apa yang anda lihat dan alami, kalau perlu sampai ke bau-baunya sekalian hehe..
Ketika tengah menyimak laporan sejumlah radio saat jenazah Pak Harto dibawa ke Bandara Halim, saya sering sekali mendengar laporan yang kurang lebih seperti ini (Bayangkan suara seorang reporter yang datar-datar saja bahkan terkesan membaca):
“Ya pendengar, baru beberapa saat lalu iring-iringan kendaraan yang membawa jenazah Suharto melewati tempat saya berdiri. Di awali dengan iringan motor patroli pengawal membuka jalan, diikuti oleh mobil jeep berisi pengawal dari polisi militer dan di belakangnya sebuah ambulans bernomor mobil B sekian sekian sekian, lalu di belakangnya lagi adalah mobil sedan B sekian sekian sekian diikuti oleh beberapa bis dan seterusnya.. “
Bandingkan dengan satu laporan yang cukup menarik minat saya yang -mudah-mudahan ingatan saya masih baik- kalau tidak salah si reporter sedang mengikuti iring-iringan dan diminta memberi gambaran suasana saat itu dan saya coba reka kembali dan kurang lebih begini bunyinya..
“Saya berada di dalam bis nomor dua dan dari sini terlihat ratusan masyarakat biasa mulai dari orang kantoran sampai ibu-ibu rumah tanggal berjejalan di pinggir jalan, melambaikan tangan bahkan banyak juga yang mengacungkan handphone berkamera. Mereka berdesakan berusaha mendekat ke iring-iringan kami. Malah saking padatnya sampai terasa saat ini iring-iringan menjadi lebih lambat. Mungkin saja diperlambat untuk memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mengucapkan selamat jalan kepada Pak Harto dengan cara mereka masing-masing. Nampak juga beberapa orang melemparkan sesuatu ke arah iringan. Bunga! Rupanya mereka menaburkan bunga-bunga ke jalanan yang kami lewati ini. “
Tidak ada yang salah dengan laporan yang pertama, terutama kalau anda mau tahu plat nomor mobil iring-iringannya hehe.. Tapi terus terang saya suka dengan laporan kedua. Sayang saya tidak merekamnya, tapi yang jelas si reporter benar-benar tahu memainkan intonasi suara, tahu kapan harus memberi penekananan atau pengulangan pada kata-kata penting, ditambah kemampuan deskripsinya yang menarik. Namun ironinya adalah contoh tadi itu merupakan laporan di televisi. Untungnya si reporter dulu saya tahu adalah orang radio hehe
Sense of urgency bukan sekedar berpura-pura penting apalagi memberi bumbu-bumbu dalam laporan, atau memberikan penekanan pada nada suara agar terkesan penting. Sense of urgency bukan hanya ada pada berita-berita yang serius karena ketika melaporkan suasana konser musik atau konser lawak sekalipun, sense itu harus tetap ada. Sense of urgency melibatkan berbagai unsur dalam diri seorang reporter, mulai dari gaya bahasa, kemampuan deskripsi, sampai ke kreativitas.
Nah, sudahkah anda hai rekan-rekan reporter radio menerapkan Sense of Urgency dalam laporan-laporan anda?

Sense of Urgency
ditulis oleh  La Rane Hafied [FDR 143]

TEKNIK WAWANCARA

TEKNIK WAWANCARA

Pengertian dan jenis wawancara

Wawancara adalah kegiatan pencarian informasi dengan cara menanyakan secara detail dan mendalam, memancing dengan pernyataan maupun mengkonfirmasikan sesuatu hal agar dapat diperoleh gambaran yang utuh tentang individu, atau peristiwa maupun isu-isu dari informasi yang sedang digali.

Wawancara biasanya dilaksanakan secara langsung atau berhadapan (face to face) atau tidak secara langsung
yaitu melalui telepon, e-mail atau secara tertulis dengan surat kepada orang yang diwawancarai (interviewer).

Berarti wawancara adalah kegiatan bertanya kepada orang lain untuk memperoleh fakta atau latar belakang suatu informasi. Dalam hal ini sangat dibutuhkan kemampuan mendengar dan kemampuan membaca kesan indera orang lain. Dalam wawancara kesan indera orang lain dibutuhkan saat tidak dapat menghadapi suatu peristiwa/kejadian secara langsung, sehingga harus digali melalui orang lain yang berkaitan dengan kejadian tersebut. Meskipun terdapat kesulitan bila orang yang diwawancarai tidak teliti mengingat fakta yang dilihat, serta tidak cukup mampu mendeskripsikan fakta dengan baik. Oleh karena itu diperlukan kesabaran dalam mengorek ingatan, dengan mengajukan pertanyaan berulang-ulang atau bersilang (cros) untuk mengetahui konsistensi jawaban orang yang diwawancarai. Atribut pribadi orang yang diwawancarai perlu diketahui sebagai pelengkap informasi, seperti nama, alamat, pekerjaan, umur, status perkawinan, ekonomi dan sebagainya. Pertanyaan yang diajukan sebaiknya diperkirakan dapat dijawab oleh orang yang diwawancarai dan menarik untuk dibicarakan, dengan menggunakan gaya pembicaraan agar tidak terkesan menginterogasi. Menunjukkan empati dan terus menjaga agar tidak larut dalam persoalan orang yang diwawancarai.
Jenis wawancara ada beberapa macam yaitu :

1) Wawancara untuk berita (factual news interview).
Adalah wawancara yang bertujuan untuk mendapatkan opini dan komentar singkat dan penting dari seorang ahli, pejabat atau pihak yang berkompeten dengan isu isu yang aktual. Apapun yang diucapkan narasumber tadi memiliki nilai berita yang tinggi.

2) Wawancara untuk features tentang orang terkenal (Features on personality interview).
Adalah wawancara dengan tujuan memperoleh pernyataan khas dari kalangan selebitis atau pendapat yang unik dan penuh kejutan dari orang-orang dengan latar belakang dan
karakteristik yang beragam. Dalam wawancara jenis ini, keunikan gaya bicara, pemilihan kata dan jargon maupun ungkapan-ungkapan khas nara sumber harus diamati dan dimasukkan pada laporan untuk memberikan kemenarikan dan keragaman serta kekhasan pendapat narasumber.

3) Wawancara biografis (biographical interview).
Adalah wawancara yang bertujuan mengungkapkan dengan lengkap dan mendetail tentang seorang sosok narasumber seperti prestasinya, cita-citanya, kiat-kiat keberhasilannya, filosofi hidupnya, keluarganya, hobynya dan sebagainya. Dalam wawancara jenis ini fakta yang berupa kalimat khas individu, harapan-harapannya yang paling pribadi sekalipun harus diungkap dan ditonjolkan, sehingga pembaca/pemirsa/pendengar dapat memperoleh gambaran secara lengkap tentang sosok yang diangkat dalam artikel profil tersebut secara jelas.