JURNALISTIK RADIO BROADCAST

JURNALISTIK RADIO BROADCAST
Jurnalistik radio (radio journalism, broadcast journalism) adalah proses produksi berita dan penyebarluasannya melalui media radio siaran.
Jurnalistik radio adalah “bercerita” (storytelling), yakni menceritakan atau menuturkan sebuah peristiwa atau masalah, dengan gaya percakapan (conversational).

KARAKTERISTIK
  1. Auditif. untuk didengarkan, untuk telinga, untuk dibacakan atau disuarakan.
  2. Spoken Language. Menggunakan bahasa tutur atau kata-kata yang biasa diucapkan dalam obrolan sehari-hari (spoken words). Kata-kata yang dipilih mesti sama dengan kosakata pendengar biar langsung dimengerti.
  3. Sekilas. Tidak bisa diulang. Karenanya harus jelas, sederhana, dan sekali ucap langsung dimengerti.
  4. Global. Tidak detail, tidak rumit. Angka-angka dibulatkan, fakta-fakta diringkaskan.
PRINSIP PENULISAN
  1. ELF – Easy Listening Formula. Susunan kalimat yang jika diucapkan enak didengar dan mudah dimengerti pada pendengaran pertama.
  2. KISS – Keep It Simple and Short. Hemat kata, tidak mengumbar kata. Menggunakan kalimat-kalimat pendek dan tidak rumit. Gunakan sesedikit mungkin kata sifat dan anak kalimat (adjectives).
  3. WTYT – Write The Way You Talk. Tuliskan sebagaimana diucapkan. Menulis untuk “disuarakan”, bukan untuk dibaca.
  4. Satu Kalimat Satu Nafas. Upayakan tidak ada anak kalimat. Sedapat mungkin tiap kalimat bisa disampaikan dalam satu nafas.
ELEMEN PEMBERITAAN
  1. News Gathering – pengumpulan bahan berita atau peliputan. Teknik reportase: wawancara, studi literatur, pengamatan langsung.
  2. News Production – penyusunan naskah, penentuan “kutipan wawancara” (sound bite), backsound, efek suara, dll.
  3. News Presentation – penyajian berita.
  4. News Order – urutan berita.
TEKNIS PENULISAN: PILIHAN KATA
  1. Spoken Words. Pilih kata-kata yang biasa diucapkan sehari-hari (spoken words), e.g. jam empat sore (16.00 WIB), 15-ribu rupiah (Rp 15.000), dll.
  2. Sign-Posting. Sebutkan jabatan, gelar, atau keterangan sebelum nama orang. Atribusi/predikat selalu mendahului nama, e.g. Ketua DPR –Agung Laksono— mengatakan…
  3. Stay away from quotes. Jangan gunakan kutipan langsung. Ubah kalimat langsung menjadi kalimat tidak langsung, e.g. Ia mengatakan siap memimpin demo (“Saya siap memimpin demo,” katanya).
  4. Avoid abbreviation. Hindari singkatan atau akronim, tanpa menjelaskan kepanjangannya lebih dulu, e.g. Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri –BEM UIN—Bandung menggelar… (Ketua BEM UIN Bandung –Fulan—mengatakan…).
  5. Subtle repetition. Ulangi secara halus fakta-fakta penting seperti pelaku atau nama untuk memudahkan pendengar memahami dan mengikuti alur cerita, e.g. Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono mengatakan… Menurut Presiden…. Kepala Negara juga menegaskan….
  6. Present Tense. Gunakan perspektif hari ini. Untuk unsur waktu gunakan kata-kata “kemarin”, “hari ini”, “besok”, “lusa”, bukan nama-nama hari (Senin s.d. Minggu). Mahasiswa UIN Bandung melakukan aksi demo hari ini… Besok mereka akan melanjutkan aksi protesnya…
  7. Angka. Satu angka (1-9) ditulis pengucapannya. Angka 1 ditulis “satu” dst. Lebih dari satu angka, ditulis angkanya. Angka 25 atau 345 jangan ditulis: duapuluh lima, tigaratus empatpuluh lima. Angka ratusan, ribuan, jutaan, dan milyaran, sebaiknya jangan gunakan nol, tapi ditulis: lima ratus, depalan ribu, 15-juta, 145-milyar.
  8. Mata uang. Ditulis pengucapannya di belakang angka, e.g. 600-ribu rupiah (Rp 600.000), 500-ribu dolar Amerika Serikat (US$ 50.000)
TANDA BACA KHUSUS
  1. Dash. tanda garis pisah (–) untuk sebelum nama atau kata penting atau butuh penekanan.
  2. Punctuation. Tanda Sengkang, yaitu tanda-tanda pemenggalan (-) untuk memudahkan pengucapan singkatan kata yang dieja. M-U-I, B-A-P, W-H-O, P-U-I, dsb
  3. Garis Miring. Jika perlu, gunakan garis miring satu (/) sebagai pengganti koma atau sebagai tanda jeda untuk ambil nafas, garis miring dua (//) untuk ganti titik, dan garis miring tiga (///) untuk akhir naskah.
Contoh:
Menjelang Pemilu 2009/ sedikitnya sudah 54 partai politik/ mendaftarkan diri ke Departemen Hukum dan HAM// Mereka akan diverifikasi untuk ikut Pemilu. Menurut pengamat politik –Arby Sanit/ banyaknya parpol itu menunjukkan animo elite untuk berkuasa masih tinggi///
PRODUK JURNALISTIK RADIO
  1. Copy – Berita pendek, durasi 15-20 detik. Biasanya berita penting, harus cepat diberitakan, disampaikan di sela-sela siaran (breaking news) atau program reguler insert berita (news insert) tiap menit 00 tiap jam misalnya. Berupa Straight News.
  2. Voicer – Laporan Reporter. Terdiri dari pengantar (cue) penyiar di studio dan laporan reporter di tempat kejadian, termasuk sound bite dan/atau live interview.
  3. Paket. Panjangnya 2-8 menit. Isinya paduan naskah berita, petikan wawancara (soundbite).
  4. Feature. Durasi 10-30 menit. Paduan antara berita, wawancara, ulasan redaksi, musik pendukung, dan rekaman suasana (wildtracking). Membahas tema tertentu yang mengandung unsur human interest. Bisa pula berupa dokumenter (documentary).
  5. Vox Pop. Singkatan dari vox populi (suara rakyat). Berisi rekaman suara opini masyarakat awam tentang suatu masalah atau peristiwa.

UU 32 TENTANG PENYIARAN

UU 32 TENTANG PENYIARAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002
TENTANG
PENYIARAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :

a. bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi melalui penyiaran sebagai perwujudan hak asasi manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dilaksanakan secara bertanggung jawab, selaras dan seimbang antara kebebasan dan kesetaraan menggunakan hak berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam terbatas dan merupakan kekayaan nasional yang harus dijaga dan dilindungi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai dengan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
c. bahwa untuk menjaga integrasi nasional, kemajemukan masyarakat Indonesia dan terlaksananya otonomi daerah maka perlu dibentuk sistem penyiaran nasional yang menjamin terciptanya tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
d. bahwa lembaga penyiaran merupakan media komunikasi massa yang mempunyai peran penting dalam kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi, memiliki kebebasan dan tanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, serta kontrol dan perekat sosial;
e. bahwa siaran yang dipancarkan dan diterima secara bersamaan, serentak dan bebas, memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan pendapat, sikap, dan perilaku khalayak, maka penyelenggara penyiaran wajib bertanggung jawab dalam menjaga nilai moral, tata susila, budaya, kepribadian dan kesatuan bangsa yang berlandaskan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e maka Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang
1
Penyiaran dipandang tidak sesuai lagi, sehingga perlu dicabut dan membentuk Undang-undang tentang Penyiaran yang baru;
Mengingat :
1. Pasal 20 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), Pasal 21 ayat (1), Pasal 28F, Pasal 31 ayat (1), Pasal 32, Pasal 33 ayat (3), dan Pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3473);
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3817);
4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821);
5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
6. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881);
7. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);
8. Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3887);
9. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4220);